Ada sebuah kisah tentang seorang guru yang berambisi untuk menjadi kepala sekolah. Selama setahun ia beradaptasi dengan pekerjaannya yang baru sebagai tenaga pengajar. Selanjutnya, ia terbenam dalam rutinitas sehari-hari. Beberapa tahun kemudian, ia merasa bahwa yang dilaluinya selama itu sudah cukup memadai untuk bekal mencari pekerjaan sebagai kepala sekolah.
Mulailah ia melamar dari tahun ke tahun setiap kali ia mendengar lowongan untuk kepala sekolah terbuka di kotanya.
Namun, setiap kali ia melamar, ia gagal. Sudah 15 tahun ia menjadi guru dan sudah lebih dari delapan kali ia melamar untuk menjadi kepala sekolah, tapi belum ada yang mau menerimanya. Kenyataan ini membuatnya gusar.
Sementara itu, seorang guru lain yang menurutnya hanya berpengalaman kerja selama tujuh tahun telah berhasil menduduki posisi yang ia dambakan.
Dengan marah ia lalu menelepon ketua yayasan sekolah yang bersangkutan.
''Aneh sekali kalau anda menerima orang tersebut dan bukan saya,'' ia mencemooh.
''Saya lebih senior, pengalaman saya 15 tahun, sedangkan ia hanya 7 tahun!''
''Oh, anda keliru,'' ketua yayasan itu menanggapi. Ia berpengalaman 7 tahun. Kalau anda, hanya 1 tahun, tetapi diulang sebanyak 15 kali.''
Keberhasilan kita dalam bekerja tidak diukur dari seberapa lama kita sudah bekerja, namun bagaimana kita telah mengisi waktu-waktu kerja kita dengan sesuatu yang benar-benar baik dan menguntungkan orang lain. Bukan kuantitas waktu yang menentukan tapi kualitas waktu.
Mari menjalani dan memberikan yang terbaik dari kemampuan kita terhadap pekerjaan kita sekarang, karena keberhasilan hidup tidak diukur dari lamanya kita hidup, tetapi bagaimana kita mengisi kehidupan kita.
''Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.'' (Mazmur 90:12)
Tuhan Yesus Memberkati