Alkisah, ada seorang pedagang yang punya seorang istri jelita dan seorang anak laki-laki yang sangat dicintainya. Suatu hari, istrinya jatuh sakit dan tidak berapa lama meninggal. Betapa pedihnya hati pria tersebut. Sepeninggal istrinya, ia mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayangnya kepada anak laki-laki semata wayangnya.
Suatu ketika, ia pergi ke luar kota untuk berdagang. Anaknya ditinggal di rumah.. Sekawanan bandit datang merampok desa mereka. mereka merampok hasil harta benda, membakar rumah, dan bahkan menghabiskan nyawa penduduk yang mencoba melawan. Rumah sang pedagang pun tak luput dari sasaran. Mereka bahkan menculik anaknya untuk dijadikan budak. Betapa terperanjatnya sang pedagang ketika pulang dan mendapati rumahnya sudah menjadi tumpukan arang. Dengan gundah hati, ia mencari-cari anak tunggalnya. Ditengah kepedihan dan keputusasaan, ia menemukan seonggok belulang dan abu di sekitar rumahnya. Didekat situ tergolek boneka kayu kesayangan anaknya. Yakinlah ia bahwa itu adalah abu jasad anaknya. Meledaklah raung tangisnya, ia menggelepar-gelepar di tanah sembari meraupi wajahnya dengan abu itu. Satu-satunya sumber kebahagiaan hidupnya kini juga telah direnggut.
Semenjak itu, pria tersebut selalu membawa-bawa abu itu dalam sebuah tas. Sampai setahun setelah itu, ia masih suka mengucilkan diri, tenggelam dalam tangis sampai berjam-jam. Musim berlalu, sang anknya akhirnya berhasil meloloskan diri dari cengkeraman para penculiknya. Ia bergegas pulang ke kampung halamannya. Sesampai di kediaman ayahnya ia mengetuk pintu sembari berteriak senang.
''Ayah, ini aku pulang!'' Sang ayah yang sedang tertidur di ranjangnya terbangun mendengar suara itu. Ia berpikir, ''Ini pasti ulah anak-anak nakal yang suka meledekku itu.'' ''Pergi! jangan main-main!'' Mendengar sahutan itu, sang anak kembali berteriak, ''Ayah! ini aku, anakmu!'' Dari dalam rumah terdengar lagi, ''Jangan ganggu aku terus! Pergi kamu!'' Sang anak menggedor pintu dan berteriak lebih lantang. ''Buka pintu, ayah! Ini betul anakmu!'' Mereka saling bersahutan, sang ayah bersikeras untuk tidak membukakan pintu. Sang anak akhirnya putus asa dan berlalu dari rumah itu.
Sebagian orang begitu erat memegang apa yang mereka anggap sebagai ''Kebenaran''. Ketika Kebenaran Sejati betul-betul datang, mereka malah tidak mau membuka pintu hati mereka, dan akhirnya kerugian besar yang mereka alami. Yesus adalah Kebenaran yang Sejati, mari kita membukakan pintu hati kita, agar Yesus, yang adalah Jalan dan Kebenaran dan Hidup dapat tinggal dalam hati kita, dan mengubah kehidupan kita menjadi kehidupan yang berarti, penuh keberhasilan dan penuh sukacita.
''Kata Yesus kepadanya: ''Akulah jalan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.'' (Yohanes 14:6)
Tuhan Yesus Memberkati