Seorang wanita tua suatu hari menemukan sebuah batu permata ketika ia sedang berjalan. Ia lalu memungut dan menyimpan batu permata tersebut di dalam tasnya dan berjalan pulang. Di tengah perjalanan, ia bertemu seoang pria pengembara yang tampak kelelahan sedang duduk di atas sebuah batu. Wanita tua ini berhenti, lalu menawarkan sebotol air yang dibawanya. Disaat wanita tua itu sedang menolong, pria pengembara ini melihat ke dalam tas wanita tua itu ada batu permata sangat indah. Pria ini bertanya, apakah ia boleh meminta batu itu. Di luar dugaan, si wanita tua memberikan begitu saja batu tersebut. Pria pengembara itupun bangkit dan melanjutkan perjalanan kembali. Ia begitu gembira membayangkan akan bisa mendapat banyak uang dari permata itu.
Namun, beberapa hari kemudian pria ini kembali ke tempat wanita tua tersebut. Ia berkata, ''Aku memutuskan untuk mengembalikan permata ini. Aku lebih menginginkan sesuatu yang Anda punya sehingga begitu mudah memberi batu permata ini padaku.''
Wanita tua itu hanya tersenyum. Nyatanya ia hanyalah seorang wanita tua yang hidup sendiri di sebuah rumah sederhana. Tapi ternyata ia jauh labih kaya dari seorang yang memiliki batu permata. Karena satu hal, wanita tua itu mempunyai hati yang memberi.
Kita sudah sering mendengar kisah janda yang memberi persembahan dua peser di bait Allah ini. Meski tidak ditulis apakah janda itu mendengar ucapan Yesus atau tidak, tapi itu jelas satu pujian luar biasa. Siapa tidak bahagia jika Tuhan sendiri yang memuji persembahan kita? Namun, janda itu memberi persembahan bukan untuk dipuji siapapun. Ia memberi persembahan hanya karena memang ia ingin memberi dari apa yang ia miliki.
"Yesus berkata, "Sesungguhnya, janda miskin ini telah memberi lebih banyak daripada mereka semua. Karena mereka memberikan sedikit dari kelebihan mereka, tetapi janda yang miskin ini telah memberikan semua uang yang dimilikinya." (Lukas 21:4 FAYH)
Orang yang meskipun miskin namun punya hati yang memberi adalah jauh lebih kaya dari orang kaya yang tidak mau berbagi. Tidak perlu menunggu seseorang jadi kaya dulu untuk dapat dilihat sikapnya terhadap harta. Begitu juga cara Bapa melihat diri kita. Apapun kondisi kita saat ini, masih pas-pasan atau berkecukupan, sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak memberi.
Memberi adalah karakter, bukan semata-mata kemampuan.
''Kalau kalian rela memberi, maka Allah akan menerima pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu..'' (2 Korintus 8:12 FAYH)