Edmond, yang tinggal di Amerika, suatu kali pernah bersumpah, bahwa ia dan keluarganya tak akan pernah tidak memiliki rumah. Namun, tak berapa lama kemudian, ia kehilangan pekerjaannya, lalu api memusnahkan rumah mereka. Tiba-tiba saja, mereka menjadi tunawisma. Satu-satunya pilihan mereka adalah rumah penampungan yang disediakan oleh pemerintah Amerika. Untuk sementara waktu, karena tak ada pilihan lain, mereka akhirnya bergabung dengan para tunawisma di sebuah rumah penampungan. Pada akhir hari pertama di sana, Edmond berdoa denagn nada kesal ''Tuhan, keluarkan aku dari sini,'' sikapnya amat sangat negatif. Menurut pendapatnya, aturan-aturan yang diterapkan rumah penampungan itu sangat mempermalukan dirinya. Para penghuni harus dikawal saat menyeberangi jalan ke aula untuk makan bersama. Mereka diharuskan datang ke gereja yang membantu menyokong rumah penampungan itu. Bila penghuni memperoleh pekerjaan, mereka diharap memaksudkan 70% gaji mereka ke dalam sebuah dana tabungan sampai pada hari mereka dapat keluar dari rumah penampungan itu.
Suatu hari setelah menumpahkan uneg-unegnya kepada direktur rumah penampungan itu, Edmond tidak dapat tidur malam harinya. Ia mulai menyadari bahwa ia hanya memusatkan semua perhatiannya pada bagaimana caranya keluar dari rumah penampungan itu, bukan pada apa yang dapat dilakukannya untuk membuat hal-hal menjadi lebih mudah bagi keluarganya. Malam itu, setelah menyadari semuanya ia mengambil keputusan untuk mengubah sikapnya. Ia mulai dehgan hal-hal kecil seperti mengambilkan segelas air untuk seorang pria yang terbatuk-batuk di kamar sebelahnya. Sejak saat itu ia tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, namun mulai memikirkan keadaan orang-orang yang membutuhkan pertolongan di sekitarnya. Sembilan bulan kemudian, Edmond dan keluarganya akhirnya memiliki rumah lagi. Namun kini Edmond menjadi lebih dewasa dalam hidup, ia tidak pernah melupakan apa yang telah dipelajarinya dari kejadian itu. Sesekali ia masih datang mengunjungi rumah penampungan itu untuk memberi penghiburan dan pengharapan, bagi orang-orang yang tinggal disana, ia berkata,'' Di manapun anda berada, Tuhan juga ada di sana.''
Dalam kehidupan ini, sikaplah yang membuat perbedaan nyata, bukan keadaan. Kebahagiaan tidak ditentukan oleh keadaan yang kita alami, namun lebih ditentukan oleh sikap kita dalam menghadapi setiap keadaan.
''Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia.'' (Amsal 23:7a)
Tuhan Yesus Memberkati