Di sebuah desa, hiduplah dua orang bersaudara, yang sama-sama menjadi petani. Mereka hidup di rumah yang terpisah dalam lahan pertanian keluarga, namun tiap hari mereka bertemu untuk bersama-sama mengerjakan ladang. Yang sulung sudah menikah dan mempunyai keluarga yang besar. Sedangkan si bungsu hidup seorang diri dan tetap membujang. Namun mereka selalu membagi hasil ladang dengan seimbang, masing-masing 50%. Suatu malam, si bungsu yang bujangan berpikir, ''Saudaraku bersusah payah menghidupi keluarganya yang besar, namun aku tetap mendapat setengah bagian dari seluruh hasil panen.''
Di dorong oleh rasa kasih yang menguasai hatinya, dia mengumpulkan barang yang telah dia beli dengan penghasilannya, barang-barang yang dia tahu dapat membantu keluarga saudaranya itu. Dia bermaksud untuk menyelinap ke rumah saudaranya, meletakkan barang-barang tadi disana, dan pergi dengan diam-diam.
Pada malam yang sama, saudaranya yang sudah menikah yakni si sulung, juga berpikir, ''Saudaraku hidup sendiri, dia tidak mengenal sukacitanya hidup berkeluarga.''
Karena kasihnya, dia pun mengambil keranjang, mengisinya dengan selimut dan roti buatan sendiri, serta beberapa barang untuk menghangatkan rumah adiknya itu. Dia bermaksud meninggalkan barang-barang tersebut di beranda dan pergi dengan diam-diam.
Dengan diam-diam, kedua orang itu mulai berjalan menuju kerumah saudaranya masing-masing, dan alangkah terkejutnya ketika di tengah pejalanan, mereka saling berpapasan. Kedua kakak adik itu akhirnya mengakui apa yang sedang mereka kerjakan. Dan dalam gelapnya malam, mereka bertangisan dan saling berpelukan. Masing-masing menyadari, bahwa kekayaan terbesar yang mereka miliki adalah saudara yang menghormati dan saling mengasihi.
Sudahkah kita menjadi harta terbesar bagi saudara-saudara kita, bagi orang di sekitar kita, atau bagi dunia ini? Karena adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima.
''Sebab Ia sendiri telah mengatakan, Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima.'' (Kisah Para Rasul 20:35b)
Tuhan Yesus Memberkati